Pendahuluan
1. Latar Belakang
Destinasi alam persawahan khas desa menawarkan pesona yang unik dan menenangkan, menjadikannya tempat ideal untuk melarikan diri dari hiruk-pikuk kota. Pemandangan hamparan sawah yang menghijau, dilengkapi dengan panorama pegunungan di latar belakang, menciptakan suasana yang damai dan menyegarkan.
Waroeng Kemarang merupakan salah satu tempat yang memiliki daya tarik dan keindahan alam tersebut. Terletak di Jl. Perkebunan Kalibendo No.KM.5, Dusun Wonosari, Taman Suruh, Kec. Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Waroeng Kemarang berfokus pada ecotourism, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan budaya. Banyak desa yang menawarkan tur dan kegiatan yang mendidik tentang pentingnya pertanian berkelanjutan dan cara menjaga ekosistem. Ini menjadi daya tarik bagi wisatawan yang peduli lingkungan.
Pertama kali, Waroeng Kemarang merupakan sawah yang tempatnya berada di sebelah samping kiri rumah orang tua owner. Waroeng Kemarang memiliki luas sawah sekitar 13,000 M2 yang dibagi dengan villa yang memiliki luas 5000 M2 lalu Waroeng Kemarang dengan luas 7000 M2 dijadikan sebagai Destinasi Wisata Kuliner Tradisional dengan Daya Tarik Alam dan Seni Budaya, di Banyuwangi.
Mengunjungi destinasi persawahan juga memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat desa. Pengunjung dapat belajar tentang teknik bertani tradisional, berpartisipasi dalam aktivitas panen, atau sekadar menikmati keramahan penduduk setempat. Hal ini tidak hanya memperkaya pengalaman, tetapi juga mendukung ekonomi lokal. Selain itu, Pengunjung dapat menikmati berbagai aktivitas, seperti jalan-jalan di sekitar sawah, terdapat juga Jogging Trek di Waroeng Kemarang. Suasana tenang dan pemandangan yang indah menciptakan pengalaman relaksasi yang sulit dilupakan. Selain itu, fotografi alam menjadi salah satu aktivitas populer bagi penggemar seni. Waroeng Kemarang juga menawarkan budaya asli Banyuwangi yang sekarang sudah di akui Nasional yaitu Tari Gandrung.
Selain menikmati indahnya alam, para pengunjung juga dapat menikmati budaya Tari Gandrung yang dimainkan di Rumah Adat Osing dan pengunjung juga dapat menari bersama di Waroeng Kemarang. Hingga kini, Tari Gandrung terus menjadi ikon budaya Banyuwangi, bahkan menjadi salah satu tarian khas yang sering dipentaskan dalam acara kebudayaan tingkat nasional dan internasional. Tarian ini melambangkan kekayaan budaya, semangat perjuangan, dan rasa syukur masyarakat Osing atas kehidupan yang sejahtera. Destinasi persawahan juga dikenal dengan kuliner khasnya. Berbagai masakan yang terbuat dari bahan segar, seperti sayur mayur dan beras organik, menjadi daya tarik tersendiri. Pengunjung dapat mencicipi hidangan lokal yang sehat dan lezat. Ditambah Waroeng Kemarang juga memiliki kue Kucur dan kue lainnya sebagai camilan untuk menikmati keindahan alam.
Namun, pesona Waroeng Kemarang tak berhenti pada keindahan alamnya saja. Arsitektur tradisional Osing yang diadopsi dalam bangunan-bangunan di tempat ini memperkuat atmosfer budaya lokal. Setiap detail rumah adat yang ada, mulai dari atap tinggi yang khas hingga ukiran-ukiran halus pada kayu, menggambarkan rasa hormat yang mendalam terhadap tradisi. Bangunan terbesar yang ada di sini, rumah adat Osing, menjadi sorotan utama. Memiliki penglari sepanjang 13,5 Meter menjadikan Rumah Adat Osing di Waroeng kemarang terbesar dibanyuwangi. Pembangunan dengan sistem “Knock-Down” yang artinya pembangunan rumah adat tersebut tanpa adanya paku sama sekali. Kayu yang didapat dari Kalimantan merupakan kayu yang berkualitas. Suku Osing Banyuwangi memiliki rumah adat yang dilestarikan turun temurun, memiliki nama “Tikel Balung”. Merupakan bentuk dasar dari Rumah Adat Suku Osing yang terdiri dari empat bidang atap.
2. Arsitektur Rumah Gubuk Adat di Waroeng Kemarang
2.1 Rumah Gubuk Adat Jawa
Gubuk Jawa tradisional biasanya dibangun menggunakan bahan-bahan lokal seperti bambu, kayu, dan atap dari daun rumbia atau ilalang. Struktur ini tidak hanya efisien secara ekonomi tetapi juga ramah lingkungan dan cocok dengan iklim tropis Indonesia. Desain struktur yang ringan dan ventilasi yang baik untuk menghadapi suhu tropis yang panas, Atapnya sering kali berbentuk limas atau joglo yang memberikan perlindungan dari hujan dan panas matahari. Ketinggian atap dan celah-celah kecil juga membantu sirkulasi udara.
2.2 Rumah Gubuk Adat Bali
Rumah saung Bali biasanya menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu, kayu, dan daun rumbia. Atapnya sering terbuat dari daun rumbia dan kayu yang memberikan perlindungan dari hujan dan panas matahari, sementara dindingnya seringkali tidak permanen atau hanya berupa kisi-kisi bambu. Namun, bagi orang Bali struktur tersebut lebih dikenal dengan sebutan "bale". Bale adalah jenis bangunan terbuka atau semi-terbuka yang sering digunakan untuk berbagai keperluan seperti tempat berkumpul, bersantai, atau upacara adat.
2.3 Rumah Gubuk Adat Osing Banyuwangi
Desain pondok saung di Banyuwangi biasanya mengedepankan kesederhanaan dan kepraktisan. Bangunan ini sering kali memiliki bentuk yang sederhana dengan atap yang melengkung dan dinding yang terbuat dari bambu atau kayu yang dipasang secara horizontal. Struktur ini menyediakan ventilasi alami yang baik dan ruang yang nyaman untuk berkumpul. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat berkumpul, beristirahat, atau bahkan sebagai tempat untuk upacara adat dan pertemuan keluarga.
Dalam konteks pariwisata di Waroeng Kemarang, pondok saung sering kali dipertahankan atau dikembangkan untuk memberikan pengalaman budaya yang autentik bagi wisatawan sambil tetap menjaga nilai-nilai tradisional. Pondok saung khas Banyuwangi merupakan contoh bagaimana arsitektur tradisional dapat beradaptasi dengan kebutuhan praktis dan sosial masyarakat, sambil mempertahankan identitas budaya yang kaya.
3. Panggung Omprok
Omprok adalah salah satu bagian dari busana tradisional khas suku Osing di Banyuwangi, Jawa Timur. Omprok merupakan mahkota atau hiasan kepala yang digunakan dalam upacara adat, khususnya oleh penari gandrung atau pengantin wanita. Hiasan ini memiliki ciri khas berbentuk seperti mahkota tinggi yang dihiasi dengan ornamen-ornamen emas, perak, atau kuningan, serta dilengkapi dengan berbagai hiasan bunga dan aksesori lainnya.
Desain omprok menampilkan detail yang rumit dan megah, melambangkan kekayaan budaya dan sejarah suku Osing. Selain dalam upacara Seblang, omprok juga bisa ditemukan dalam upacara pernikahan tradisional Osing, di mana pengantin wanita mengenakan omprok sebagai simbol keanggunan dan kemuliaan. Waroeng Kemarang menjadi salah satu resto dan destinasi yang memiliki amphiteater dengan desain Omprok.
4. Pemanfaatan Lahan Persawahan Waroeng Kemarang
Melihat dari konsep ecotourism di Waroeng Kemarang, bahwasanya 70% lahan di sana merupakan persawahan yang dimanfaatkan sebagai kebun sayur, tanaman buah, dan juga kolam. Hal tersebut yang menjadikan Waroeng Kemarang memiliki daya tarik berupa alam dengan cara memanfaatkan lahan sawah menjadi kreatif untuk pengunjung.
Memanfaatkan lahan persawahan menjadi perkebunan bisa menjadi keputusan strategis, terutama dengan mempertimbangkan berbagai aspek lingkungan, ekonomi, dan ketahanan pangan.
Memanfaatkan lahan persawahan menjadi perkebunan bukan hanya tentang diversifikasi tanaman, tetapi juga tentang melestarikan lingkungan, serta menciptakan ketahanan pangan yang lebih beragam. Pendekatan ini bisa menjadi solusi jangka panjang bagi Waroeng Kemarang dalam menjaga stabilitas restoran.
4.1 Pemanfaatan Rumah Adat Osing menjadi Gallery Lukisan
Selain menikmati keindahan alam dan budaya. Waroeng Kemarang juga memanfaatkan Rumah Adat Osing menjadi galeri lukisan. Pengunjung juga dapat melihat dan menikmati hasil karya lukisan yang berada di ruangan dan dapat belajar melukis bersama di Waroeng Kemarang.
5. Kegiatan Berkebun Sebagai Daya Tarik Waroeng Kemarang
Daya tarik persawahan di Waroeng Kemarang terletak pada pemandangan alam yang asri dan suasana tenang yang ditawarkannya. Hamparan sawah hijau yang mengelilingi tempat ini memberikan pengalaman yang menyejukkan bagi pengunjung, sekaligus menciptakan atmosfer yang jauh dari kebisingan kota.
Di Waroeng Kemarang, persawahan memberikan nuansa yang autentik dan harmonis, memperkuat konsep arsitektur tradisional Osing yang diusung oleh tempat ini. Pengunjung dapat menikmati pemandangan sawah sambil bersantap, merasakan angin sepoi-sepoi, dan mendengar suara alam, sehingga menciptakan pengalaman kuliner dan wisata yang unik, menenangkan, dan berkesan.
Hanief Khirzin Rasyidi
152110683052
Mahasiswa PKL-Unair
Comments